Senin, 14 Desember 2015

Editorial: Lawan Kecurangan

www.inilah.com
KabarKobar-Indikasi praktik kecurangan melalui politik uang yang ditemukan dalam perhelatan pemilukada Kabupaten Banggai, menjadi topik yang berkembang belakangan ini. Secara teoritis, politik uang adalah pemberian uang dengan nilai tertentu pada pemilih, melalui individu tertentu, kelompok, atau pembagian barang sejenis. 




Politik uang adalah bagian dari pelanggaran konstitusi karena bertujuan mengarahkan keputusan pemilih berdasarkan uang. Pendeknya, politik uang adalah jalan pintas meraih kemenangan dengan cara membeli suara masyarakat.

Saidiman Ahmadi, Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting menulis, sebagaimana layaknya perdagangan, jual-beli suara atau politik uang hanya terjadi jika masing-masing pihak memenuhi kewajibannya: pembeli memberikan uang atau barang; penjual memberikan suara. Secara spesifik ia pula memberikan penjelasan berbeda, kondisi saat pemilih menerima uang atau barang tapi menjatuhkan pilihan kepada kandidat lain tidak bisa disebut praktek politik uang atau vote buying, melainkan hanya kecurangan atau penipuan (Schaffer & Schedler 2007).

Kesadaran ekonomis, dicurigai menjadi faktor penting dari memungkinkan terjadinya kegiatan politik uang. Dimana masyarakat yang memiliki kesadaran rendah dalam politik melihat akses dalam putaran suksesi sebagai momentum untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai. Kondisi semacam itu disebut sebagai kesempatan baik pada tingkat masyarakat akar rumput, dan sebagai keuntungan bagi politisi pemilik modal.  Di tengah peluang semacam itu, dijadikan sebagai kesempatan untuk mengendalikan keputusan politik masyarakat akar rumput dan mendapatkan suara.

Dalam konteks pilkada Kabupaten Banggai 2015, indikasi terjadinya politik uang terjadi secara massif bahkan telah menjadi rahasia umum. Setidak-tidaknya, sehari menjelang voting day, kegiatan pembagian uang dilakukan dengan massif menjangkau akses paling belakang dari pertahanan rakyat. Kegiatan tawar menawar dan jual beli suara itu terjadi dalam berbagai bentuk sebagai bujukan agar wajib pilih untuk memberikan suaranya.

Mengapa politik uang dilakukan?

Penyebab dari munculnya politik uang karena usaha untuk merebut kekuasaan telah dilakukan secara terbuka dengan melibatkan langsung partisipasi rakyat. Kans tiap kandidat, elektabilitas, atau tingkat popularitas menjadi ukuran untuk melihat sejauh mana respons publik dalam menjatuhkan pilihan. Seorang kandidat bupati yang telah melakukan berbagai cara tetapi elektabilitasnya tetap saja tidak meningkat. Menjadi pihak pertama yang akan melakukan politik uang. Apalagi, kalau ia ditopang oleh sokongan uang banyak dan penyandang dana yang siap memberikan bantuan uang dalam jumlah tertentu.

Merebut kekuasaan dengan menggunakan politik uang, bukan seperti acara makan siang gratis. Ada konsekwensi di dalamnya. Dalam hukum operasi kapitalis-modal-hasil akhir yang dikejar adalah keuntungan, atau selisih yang didapatkan dari antara biaya operasional dan penjualan produk. Kekuasaan politik dalam tingkat daerah, memiliki produk jual yang amat besar terhadap kapitalis, terutama sekali sejak otonomi daerah diberlakukan secara luas.

Surat-surat berharga dari kekuasaan yang berbentuk portofolio atau konsesi menjadi barang berharga yang ditukarkan sebagai bargaining politik. Melihat geo politik regional, banggai adalah daerah yang amat subur, memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Investasi dari pemilik modal internasional, nasional, dan lokal menjadikan Banggai sebagai arena bertarung modal. Perjudian kekuasaan ditawarkan secara terbuka kepada publik dan menyeret lingkaran masyarakat perdesaan sebagai korban utama.

Politik uang bukan saja melanggar tahapan pemilu, dan kaidah-kaidah demokrasi. Tetapi ia juga membunuh harapan politik sehat bagi banyak orang. Ilusi kesejahteraan dari pembagian uang secara massif, dibentuk, dan diperluaskan melalui jaringan aktor lokal yang memahami kondisi obyektif masyarakat tempat dimana ia berdomisili. Uang sebagai pengatur langkah dan jarak bagi setiap politisi untuk menentukan dasar pilihan masyarakat.

Dampak dari politik uang amat buruk. Persaingan sehat dihilangkan dengan mengintervensi kesadaran politik masyarakat lewat kegiatan pembagian uang. Kandidat yang memiliki pengalaman, integritas, jujur, dan memiliki paradigma membangun masyarakat justru ditempatkan sebagai pihak yang marjinal. Masyarakat karena diberi sejumlah uang tertentu memuja-muji kandidat tersebut sebagai pahlawan baru. Celakanya, seratus hari pertama setelah pemilukada digelar, penyesalan pun mendatangi masyarakat.

Politik uang dapat disimpukan sebagai perbuatan keji, menjijikan karena merusak demokrasi dan partisipasi masyarakat. Kandidat mengubah pilihan masyarakat dengan cara membeli suara setiap individu lewat tawar-menawar nilai uang. Jika politik uang terus dibiarkan, generasi politik akan tumbuh sebagai masyarakat pragmatis dan oportunis. Uang menjadi penentu kekuasaan, sementara tokoh yang memiliki kredibilitas menjadi korban. Sehingga, ketika kekuasaan telah direbut oleh pemilik modal, arena birokrasi dan keputusan pejabat publik terasing dari pemihakan pada masyarakat.

Oleh karena itu, melawan politik uang adalah tugas sejarah yang harus dituntaskan dalam kontestasi demokrasi. Rasanya sulit memimpikan kandidat yang akan memihak kepentingan masyarakat tanpa berlawanan terhadap politik uang. Hak suara akan terus tergadai setiap lima tahun jika uang menjadi penentu. Sebab, orang yang memiliki banyak uang akan menyirami tanah babasal setiap lima tahun, menjelang voting day dengan uang dan sembako. Lawan!(tim)



1 komentar:

  1. karena politik uang itu ada,,, maka di bentuklah oleh pemerintah Panwaslu,, pemilukada di kab. BANGGAI bisa di katakan tdak ada money politik,, karena tdak ada temuan yg di dapat oleh panwaslu,, karena cuma badan ad hoc inilah yg memastikan adanya politik uang,, tpi klw tuduhan dri rival politik yg kalah itu biasalah,, orang kalah pasti sdh tdak berfikir positif,, dengan kata lain yg agak halus adalah stress,,, klw tidak maw di bilang gila,, opini yg di bangun oleh sikalah itu wajar,,, dan setiap pemenang pasti jdi pusat perhatian,,, dgan berbagai cara yg penting palu belum diketuk,, pasti mereka melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuan,, tetapi mereka tidak introspeksi mengapah mereka kalah,, tentunya masyarakat tdak suka pada kandidat itu,, mereka lupa bagaimana perlakuan kepada masyarakat saat menjabat,,, bagaimana dgan segala alasan mereka susah untuk di temui,, bagaimn mereka membuat dinasti di kekuasaan mereka,,, itu semua menjadi bahan bagi masyarakat untuk menghakimi pejabat di bilik suara,,, anda tdak perlu kuatir kehilangan konstituen apabila anda dekat dengan rakyat,, itu bisa dilihat dari pemimpin yg di cintai rakyat contoh dekat adalah bapak fadel muhammad gubernur gorontalo,, jangan terlalu yakin kalau anda jauh dri rakyat,, jauh dari amanah,, kejujuran,,.sehingga janji anda saat kampanye anda lupakan,,, inilah yg terjadi kepada semua PEMIMPIN yg mengkhianati rakyatx sendiri,,, sejatix rakyat tdak banyak berharap,,, tpi rakyat mau kalian.ada pada saat mereka berkeluh kesah

    BalasHapus