Minggu, 30 Agustus 2015

Memaknai Pembangunan Dari Desa

Penulis: Dewi Tope

Terkadang kita tidak paham dan selalu berpikir bahwa seorang pemimpin hanya mementingkan dirinya tanpa melihat apa yang dikerjakannya. Ketika saya mengikuti pemaparan Gubernur Sulawesi Tengah pada salah satu kegiatan di provinsi. 

Ada satu slide yang buat otak dan nalar saya kerja mengambil kesimpulan berdasarkan fakta yang muncul dari slide tersebut. Tertulis kurang lebih seperti ini,

” bahwa rata2 penduduk miskin berada di perdesaan terutama Sulawesi Tengah,”.

Seperti umum diketahui bahwa faktor kemiskinan salah satunya berada di daerah terpencil, dan terluar yang jarang disentuh karena berbagai hambatan, salah satunya akses yang sulit. Akhirnya saya sampai pada titik pemikiran bahwa seorang pemimpin wilayah, untuk dapat mengurangi angka kemiskinan demi mensejahterakan masyarakatnya, harus memprioritaskan pembangunan pada perdesaan.

Hal ini saya dapati di Kabupaten Morowali pada periode kepemimpinan Anwar Hafid periode 2008-2012. Program dan kegiatan yang ada di APBD, berorientasi pada kebutuhan masyarakat perdesaan, misalnya, mendapatkan akses pendidikan yang layak, kesehatan, perluasan areal pertanian berupa cetak sawah hingga 4000 ha, alat-alat tangkap perikanan, pemberdayaan masyarakat lokal bantuan modal usaha.

Sementara itu, dari segi infrastruktur akses sarana prasarana jalan,jembatan dl juga dibangun. Pengembangan perkebunan rakyat juga dilakukan misalnya pembagian berbagai jenis bibit berupa, sawit, coklat, pala, cengkeh dll. Sedangkan dari peternakan jenis bibit sapi, kambing, babi, dan berbagai jenis unggas. Semuanya dipenuhi demi kesejahteraan masyarakat sebagai upaya mengurangi angka kemiskinan.

Hal yang sama pun saya lihat dari program pembangunan Sofyan Mile Bupati Banggai yang selalu menyerukan pembangunan dari desa. Yang diartinya adalah peningkatan kesejahetraan masyarakatnya dan mengurangi angka kemiskinan.  Hal ini dapat dibuktikan bahwa dari sejumlah kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, Banggai berada di urutan ke dua angka kemiskinan terkecil pada tahun 2013 yaitu 9,81 persen dan urutan pertama terkecil adalah Kota Palu hanya 7.24 persen. 

Tentu saja banyak faktor yang mempengaruhi catatan keberhasilan ini. Tetapi  sebagai masyarakat yang hidup dan beraktivitas di dua daerah ini (Morowali dan Banggai), banyak hal yang saya dapati sebagai pelajaran.

Memang tak ada pemimpin yang sempurna, semua pasti ada baik dan buruknya. Tapi itulah manusia, bukan Tuhan. Demikian goresan kata-kata ini saya buat. Semoga bisa bermanfaat bagi Kab Banggai yang kita cintai. Banggai yang sebentar lagi memasuki pilkada; semoga bisa mendapatkan pemimpin yang selalu mementingkan kepentingan rakyatnya. Amin

*Penulis adalah Perempuan Kelahiran Kota Luwuk berdarah Balantak- sehari-hari sebagai ibu Rumah Tangga)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar