Wacana TKD mencuat menjelang momentum Pilkada tanggal
9 Desember 2015. Hasrat dari sebagian PNS yang kecewa dimobilisir dalam bentuk ‘janji
politik” dengan target mendapatkan dukungan politik dan suara dari PNS. Isu TKD
secara telanjang dimobilisasi dari waktu ke waktu, bahkan dijadikan sebagai
salah satu Visi-Misi diteriakan sekencang mungkin. Keputusan ini jelas salah,
sebab sesuatu yang sangat tidak relevan dengan penempatan kebijakannya. TKD
adalah soal pengelolaan dana taktis kesejahteraan pegawai negeri sipil, bukan
target capaian pemerintahan.
Bergulirnya
proses reformasi mengharuskan segala pengelolaan keuangan daerah/negara harus
memiliki dasar hukum atau nomenklatur untuk
menghindari terjadinya tindak korupsi. Begitu pula dengan penerimaan dan
pendapataan setiap pegawai negeri sipil, mesti memiliki asal-usul yang jelas
diatur berdasarkan aturan yang ada. Aturan hukum dan standar pemberian
tunjangan kinerja daerah atau yang disebut sebagai tambahan penghasilan pegawai
negeri sipil merupakan produk dari gagasan ini.
Tunjangan
Kinerja Daerah (TKD) diadakan mengacu pada berbagai peraturan pengelolaan keuangan daerah
semisal, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor
105 tahun 2000 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kepmendagri Nomor 29
tahun 2002. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tersebut
mengatur tentang penganggaran tambahan penghasilan bagi pegawai negeri sipil
daerah dengan kriteria sebagai berikut;
a) Tambahan
penghasilan berdasarkan beban kerja; b) Tambahan penghasilan berdasarkan tempat
bertugas; c) Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja; d) Tambahan
penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi; e) Tambahan penghasilan berdasarkan
prestasi kerja.
Secara
hirarkis, tunjangan kinerja pegawai negeri sipil disesuaikan dan tidak berlaku
umum. Artinya, mengacu pada aturan setiap divisi kekuasaan yang ada dalam
pemerintahan. Pada tingkat atas mengacu dasar hukum Kementeriaan Keuangan
Republik Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
Per-53/PB/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kinerja Pegawai Pada (27)
Kementeriaan Negara dan Lembaga.
Sampai
di sini batas pemberian Tunjangan Kinerja Daerah bisa dilakukan dalam beragam
bentuk tetapi harus mengacu pada empat poin yang disebutkan di atas. Tunjangan kinerja Daerah bagi pegawai negeri sipil di
kabupaten Banggai, merujuk pada peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59
tahun 2007 pasal 39 ayat 2 bahwa Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan
penghasilan kepada Pegawai Negeri sipil Daerah berdasarkan pertimbangan
obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan Daerah dan memperoleh
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sesuai dengan ketentuan
perundang–undangan.
Peraturan Bupati Banggai Nomor 2 Tahun 2008 bahwa
Tunjangan Kinerja Daerah diberikan kepada pegawai negeri Sipil yang telah
memiliki urusan tugas yang jelas secara tertulis, dan diberikan kepada tenaga
honorer yang sudah terdata dalam data base dan telah mempunyai nomor registrasi
serta memiliki uraian tugas yang jelas secara sistematis. Dasar pemberian
Tunjangan Kinerja Daerah bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Honorer yang
masuk dalam data base berdasarkan komponen Jabatan/profesi dilingkungan
Pemerintah Kabupaten Banggai. Besaran
tunjangan tersebut berbeda-beda di sesuaikan dengan pangkat dan golongannya
berdasarkan beban dan tanggung jawabnya masing-masing.
Memahami
Keputusan Sofhian Mile Soal TKD
Salah satu alasan bupati Banggai ketika meninjau
kembali TKD adalah mempertimbangkan "rasa keadilan". Dimana ada sebagian orang mengambil keuntungan
tanpa kerja sementara yang lain dipenuhi kesibukan. Sofhian Mile berulang kali
menyampaikan," ini soal rasa keadilan yang ditimbang menurut aspek
pemenuhan kinerja,".
Salah
satu tujuan pemberian tunjangan kinerja daerah Kabupaten Banggai agar pegawai
tersebut termotivasi dan giat bekerja secara lebih baik agar terarah, terukur, sistematis
dan Rasional. Faktanya,
pemberian dana stimulan dengan maksud meningkatkan kinerja pegawai negeri sipil sulit diukur
keberhasilannya. Banyak oknums PNS hanya
datang mengisi absen lalu pulang sementara yang lain dibebani tugas seabrek
dengan tingkat insentif yang sama.
Berikut adalah hasil penelitian Hamdin Husin (Dosen
Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Untika Luwuk. Hasil penelitiannya ini
menyimpilkan dua hal; Pertama, Implementasi
kebijakan Tunjangan Kinerja Daerah terhadap Motivasi kerja pegawai pada
Sekretariat Daerah Kabupaten Banggai belum optimal meskipun sudah diberikan
stimulus berupa berupa tunjangan kinerja Daerah. Hal ini terlihat dari
penguasaan berkomunikasi yang malalui tahapan sosialisasi, kompetensi sumber
daya manusia, disposisi dan struktur birokrasi yang belum berjalan secara
efektif; Kedua, Motivasi kerja
pegawai pada sekretariat Daerah kabupaten Banggai dalam hal memberikan sebuah
pelayanan masih begitu rendah sehingga upaya dalam mewujudkan produktivitas
belum terwujud.
Meskipun pegawai sudah diberikan stimulus berupa
tunjangan kinerja daerah namun kenyataannya masih belum menunjukkan suatu
produtivitas yang tinggi sehingga belum mengakibatkan efektivitas pelayanan
secara optimal. Penelitian ini juga menyarankan dua hal : Pertama, Dengan belum adanya Peraturan Daerah yang mengatur TKD
sebagai salah satu landasan dan dasar hukum yang lebih kuat untuk pelaksanaan
Tunjangan Kinerja Daerah tersebut, maka Pemerintah Daerah harus segera
merekomendasikan untuk perumusan Peraturan Daerah sehingga mendapat persetujuan
dari DPRD ; Kedua, Berdasarkan hasil
penelitian bahwa belum berjalannya kinerja pegawai secara optimal dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya setelah pemberian Tunjangan kinerja
Daerah tersebut, maka semestinya Pemerintah Daerah perlu meninjau kembali
peraturan Bupati nomor 2 Tahun 2007 tentang Tunjangan Kinerja Daerah Tersebut;
Penelitian ini sangat relevan untuk memahami TKD dan
membuka nurani serta mata hati kita. Bahwa keputusan Sofhian Mile soal TKD
adalah tepat. Sejalan dengan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa Keputusan
Sofhian Mile memiliki landasan ilmiah yang dipertanggungjawabkan; dengan Satu tujuan:mengefesienkan
anggaran pemerintah menjadi insentif berbasis kinerja.(tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar