Minggu, 08 November 2015

Demokrasi dan Petani

KabarKobar-Kepunyaan yang berharga dari petani perdesaan tentu saja adalah sebidang tanah yang diolah menjadi lahan pertanian. Kehilangan tanah bagi petani adalah ikhwal dari pada kemiskinan. Keyakinan ideologis semacam ini dipercaya oleh HM.Sofhian Mile, sebagai dasar-dasar demokrasi. Pilkada sebagai mekanisme wajib mengetengahkan perihal edukatif semacam itu agar persilangan kepentingan terwujud dari bawah ke atas, dan tidak sebaliknya bersifat top-down. Kemenangan politik semacam itu sudah harusnya diakhiri oleh rakyat sebagai subjek demokrasi.  

Kesadaran pentingnya sebidang tanah memang mengalami tingkatan yang berbeda. Pada aras tertentu sebidang tanah amat memiliki nilai sedari awal bagi petani yang telah berkesadaran usaha tani komersial ataupun semi komersial. Sementara kesadaran nilai tanah pada petani subsisten ketika jangkauan garapan telah hilang atau dihilangkan.

Corak umum masyarakat Kabupaten Banggai, keduanya mudah ditemui. Pada masyarakat transmigrasi yang telah memiliki kesadaran tanah sebagai objek usaha tani. Memiliki mekanisme perlindungan dan perjuangan perebutan tanah yang kemungkinan muncul dari awal, atau telah dimenangkan seperti kasus masyarakat petani Piondo.

Sementara itu, kasus yang berkaitan kesadaran perjuangan tanah-kembalinya hak. Tersadari sebagai tuntutan setelah lepasnya tanah sebagai kepunyaan, sebagaimana kasus-kasus seperti Honbola, Seseba, Singkoyo, Toili, Moilong, Bohotokong dan lain-lain.

Dalam kerangka itu, perjuangan yang paling penting bagi petani perdesaan kata Sofhian Mile, memastikan afiliasi politik yang dapat memberi perlindungan terhadap apa yang menjadi kepunyaan mereka. Demokrasi harus terposisi sebagai medan juang bagi petani untuk menggunakan haknya menentukan dan sekaligus memberi perlindungan pada dirinya dan serta kaumnya.

Ringkasnya, demokrasi sebagai suatu medan adu kepentingan sangat menentukan nasib petani dan lahan usaha tani. Dari sekian banyak pilihan kubu, tokoh, dan garis politik yang ditawarkan oleh Pilkada sebagai momentumnya. Saat itulah petani harusnya bersatu: Menentang para perampas tanah atau perusak lingkungan yang hendak mengambil alih kuasa.

Siapa mereka? pada momen inilah visi dan program, serta riwayat karir dan kebijakan yang pernah dikeluarkan oleh setiap kandidat yang berkenaan dengan nasib orang desa perlu menjadi informasi. Petani tentu saja tahu, siapa-siapa yang pernah datang dengan kebaikan dan datang sebagai petaka atau datang dengan kepura-puraan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar