Kesadaran
pentingnya sebidang tanah memang mengalami tingkatan yang berbeda. Pada aras
tertentu sebidang tanah amat memiliki nilai sedari awal bagi petani yang telah
berkesadaran usaha tani komersial ataupun semi komersial. Sementara kesadaran
nilai tanah pada petani subsisten ketika jangkauan garapan telah hilang atau
dihilangkan.
Corak
umum masyarakat Kabupaten Banggai, keduanya mudah ditemui. Pada masyarakat
transmigrasi yang telah memiliki kesadaran tanah sebagai objek usaha tani.
Memiliki mekanisme perlindungan dan perjuangan perebutan tanah yang kemungkinan
muncul dari awal, atau telah dimenangkan seperti kasus masyarakat petani
Piondo.
Sementara
itu, kasus yang berkaitan kesadaran perjuangan tanah-kembalinya hak. Tersadari
sebagai tuntutan setelah lepasnya tanah sebagai kepunyaan, sebagaimana
kasus-kasus seperti Honbola, Seseba, Singkoyo, Toili, Moilong, Bohotokong dan
lain-lain.
Dalam
kerangka itu, perjuangan yang paling penting bagi petani perdesaan kata Sofhian
Mile, memastikan afiliasi politik yang dapat memberi perlindungan terhadap apa
yang menjadi kepunyaan mereka. Demokrasi harus terposisi sebagai medan juang
bagi petani untuk menggunakan haknya menentukan dan sekaligus memberi
perlindungan pada dirinya dan serta kaumnya.
Ringkasnya,
demokrasi sebagai suatu medan adu kepentingan sangat menentukan nasib petani
dan lahan usaha tani. Dari sekian banyak pilihan kubu, tokoh, dan garis politik
yang ditawarkan oleh Pilkada sebagai momentumnya. Saat itulah petani harusnya bersatu:
Menentang para perampas tanah atau perusak lingkungan yang hendak mengambil
alih kuasa.
Siapa
mereka? pada momen inilah visi dan program, serta riwayat karir dan kebijakan
yang pernah dikeluarkan oleh setiap kandidat yang berkenaan dengan nasib orang
desa perlu menjadi informasi. Petani tentu saja tahu, siapa-siapa yang pernah
datang dengan kebaikan dan datang sebagai petaka atau datang dengan
kepura-puraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar