Demikian
pula adanya dalam realitas politik, seorang politisi yang kurang berpengalaman
akan bicara sembarang, tidak mengenal waktu dan tempat. Tetapi politisi yang
berpengalaman, hanya akan membicarakan sesuatu hanya waktu-waktu penting dan
tempat-tempat yang dianggap layak. Apalagi, kalau isi pembicaraan didasari pada
konteks subjektif, naluri belaka, tanpa data-data dan sumber informasi yang
otoritatif, dapat dipercaya. Maka terang saja, seluruh audiens, atau pendegar,
lawan bicara yang menyaksikan proses itu akan tersesat dalam nuansa kebencian
tanpa ujung.
Belakangan
ini santer sekali, desas-desus berisi cerita bohong di desa-desa. Seorang
politisi kalau bicara muatannya cuma seputar caci maki, fitnah dan
pemutarbalikkan fakta. Muncul keresahan di sebagian warga desa, mereka khawatir
jika hal itu akan menimbulkan disharmonisasi. Kata orang desa, mereka bicara “bak
orang mabuk”.
Ya, apa yang disaksikan oleh orang-orang desa itu, merupakan isi
hati yang paling dalam. Sebuah ungkapan keresahan yang tergambarkan sebagai
bentuk pengeluhan murni. Bahayanya, para tukang fitnah menyebarluaskan
informasi sesat bahkan di media-media resmi, penuh tendensi, dan mengabaikan
hak-hak publik atas informasi yang benar.
Tetapi
sebagian masyarakat yang bijak berpendapat, bahwa orang-orang memfitnah, tidak
akan mendapatkan pengakuan baik di tengah-tengah konstituen; mereka akan
terhempas. Karena manusia ini, ada sifat kejujuran. Orang-orang yang melakukan
fitnah, mereka tidak memiliki basic informasi dan pengalaman untuk membangun
opini dan membangun masyarakat itu sendiri dari segi fisik dan mental, apalagi
spiritual. Karena fitnah maka rusak lah suasana spiritual. Orang yang selalu
melakukan fitnah adalah berwatak arogan cenderung mengandalkan materi dan otot.
Sedangkan
sebagian dari mereka menilai bahwa sekarang ini kita patut dan perlu membangun
kerangka kerja yang amat luas. Sudah barang tentu, fitnah yang berjalan tidak
bisa dibiarkan begitu saja. Sudah menjadi kebiasaan yang dipakai untuk mencapai
tujuan politik. Demikian pentingnya perkara ini, sehingga harus ada upaya bersama
untuk memberikan penilaian dan pencegahan pada fitnah.
Dalam melakukan propaganda, seorang tukang fitnah akan memberikan informasi yang salah dan tidak akurat pada masyarakat. Tujuan mereka untuk menyebarkan informasi yang sesat, agar kandidat lain tidak mendapatkan tempat di tengah-tengah masyarakat. Jika tujuan mereka berhasil, masyarakat akan termakan dengan bujuk rayu dan tipu daya itu, segera menelan mentah-mentah seluruh informasi yang sesat sebagai bagian dari pertimbangan menjatuhkan pilihan politik. Segala yang terjadi dalam pertimbangan itu akan menjadi kerangka dasar yang kurang dimengerti sebagai dasar yang menarik pada masa depan.
Jika
fitnah terus dibiarkan, maka seluruh warga Kabupaten Banggai akan hidup dalam
cerita karangan palsu. Sebuah narasi yang dituliskan dengan skenario berbasis
fitnah yang bertujuan menghancurkan martabat dan kerja-kerja nyata pihak lain.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya, sebagai makluk yang berakal, segala bentuk
fitnah harus dilawan dengan penyebaran informasi yang benar, sehat, jujur dan
akurat.
Menghadapi
fitnah orang harus betul-betul memberikan informasi yang akurat, dan dapat
dilihat oleh masyarakat itu sendiri. Sehingga masyaraaat tanpa diajak, mereka
bisa menilai apakah sebuah informasi benar atau tidak. Segala fitnah akan
hilang dari benak mereka. Apa yang telah disampaikan itu, secara aktual
dirasakan dan dinikmati, dan memiliki faedah bagi kehidupan sehari-hari. Bahwa
fitnah itu, bagian dari pada menunjukkan bahwa yang melakukan fitnah adalah
orang yang tidak mampu berbuat.(tim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar