Jumat, 13 November 2015

Editorial: Kesadaran Politik Kita: Desa Memberi Makan Dunia

KabarKobar-Masa-masa penting dalam pemilukada, boleh dikata telah dilalui dengan tahapan-tahapan yang hampir sempurna dan matang oleh kandidat yang berlaga dalam Pilkada Banggai tanggal 9 Desember 2015. Mulai dari masa deklarasi, tatap muka, kampanye yang melibatkan alat pemicu seperti artis, konser musik, jalan santai dan bermacam-macam kegiatan dengan tujuan hendak menarik simpati massa. Setelah masa perkenalan diri berikut gambaran visi serta program yang menjadi paket tawaran kepada publik juga sudah dilakukan. Nah, sekarang waktu sampai pada kesimpulan kepada siapa pilihan rakyat akan berlabuh.


Beberapa pertanyaan yang seringkali muncul dalam debat proses perkenalan diri, bagaimana rekam jejak kandidat, positioning, kepribadian, dan karakter kepemimpinan macam apa yang populer di tengah-tengah rakyat? Beberapa pertanyaan itu, menjadi beberapa hal saja sebagai acuan bagi rakyat Banggai untuk menentukan sikapnya-itu pun kalau tidak ada distorsi-. Bagaimana pun, kesadaran pemilih menjadi hal yang menentukan. Karakter pemilih sangat ditentukan pada tingkat kesadaran, pengalaman, interaksi, gambaran, kecukupan informasi dan yang paling pragmatis, manfaat apa yang mereka bisa peroleh.

Karakter masyarakat Kabupaten Banggai paling paling tidak, dapat tergambarkan dalam empat aspek, Pertama, masyarakat ultra-etnis, mereka yang mendambahkan kebangkitan kejayaan masa lalu (walaupun indikatornya kabur); Kedua, Nasionalis-Multi-etnis, adalah mereka yang mendambahkan situasi yang lebih menghargai perbedaan, baik secara kultural, ras, agama yang setara dihadapan kuasa pranata sosial lainnya; Ketiga, nasionalis-demokratis, adalah yang mengharapkan munculnya situasi ekonomi yang lebih demokratis. Dimana, setiap pelaku usaha bisa mencari rejeki tanpa monopoli, dan terbukanya peluang politik yang setara; Keempat, masyarakat pragmatis adalah yang mereka karena informasi, atau intensitas sehingga menganggap pilkada hanya momentum milik para kandidat saja, tidak berhubungan langsung dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Dari sekian banyak karakter itu, sejauh ini tidak ada yang saling mendominasi, walaupun usaha ke sana seringkali ditemui. Tetapi kemungkin distorsi kesadaran muncul sebagai efek dari maraknya kampanye hitam yang dilancarkan oleh beberapa poros kekuatan politik. Dilihat dari ketampakan politiknya, sepertinya hal itu disengaja untuk menghindari debat konseptual. Tulisan ini hendak menyegarkan pemahaman kita mengenai konteks politik kita; yaitu masyarakat Sipil.

Kesadaran Civil Society Vs Negara Kesejahteraan  

Konsep masyarakat sipil atau Civil Society merupakan penggambaran masyarakat moderen pasca monarki-feodal. Dalam konsep Islam, masyarakat demikian digambarkan dalam Piagam Madina yang kita kenal dengan istlah masyarakat madani. Ibnu Khaldun, menulis mengenai konsepsi masyarakat madani dalam karyanya yang monumental berjudul: Mukkadimah. Tetapi konsep ini menyebarluas setelah seorang filsuf Jerman Fredrick Hegel membangun tesis besar tentang konsep masyarakat Sipil. Bagi Hegel, konsep Civil Society, adalah suatu masyarakat pasca Revolusi Perancis, dimana keadaan masyarakat tersebut penuh dengan kebebasan, terbebas dari belenggu feodalisme.

Kata lain, orang-orang di dalamnya memiliki hak untuk memilih hidup apa yang mereka suka dan memenuhi keinginan mereka sesuai kemampuan mereka. Negara tidak memiliki hak untuk memaksakan jenis kehidupan tertentu kepada anggota masyarakat sipil seperti yang terjadi dalam masyarakat feodal. Masyarakat sipil terdiri dari individu-individu yang masing-masing berdiri sendiri atau dengan istilah Hegel bersifat atomis kehendak dan kebebasan mereka bersifat subyektif-partikular. Meskipun demikian, masing-masing anggota dalam mengejar pemenuhan kebutuhannya saling berhubungan satu sama lain. Civil society menjadi tempat pergulatan pemenuhan aneka kebutuhan dan kepentingan manusia yang menjadi anggotanya. Dalam kerangka penggambaran ini, masyarakat sipil adalah masyarakat yang bekerja. Karena kegiatan masyarakat sipil tidak dibatasi oleh negara, maka dalam masyarakat sipil terjadilah usaha penumpukan kekayaan yang intensif. Sementara itu, kapitalisme tumbuh dalam semangat Laizzes Fire (Pasar Bebas) yang terakar dari mekanisme pergulatan bebas tanpa negara. Ideologi neoliberalisme yang sekarang banyak diperbincangkan memiliki akar sejarah di proses historis semacam ini.

Kesadaran sejarah tentang pasar bebas yang gagal memberi distribusi kesejahteraan dan peluang yang lebih besar bagi partisipasi publik. Memungkinkan lahirnya beragam tesis alternatif, salah satunya adalah model negara kesejahteraan berbasis Demokrasi Pancasila. Indonesia, sebetulnya memiliki basis yang amat kuat secara ideologi dan kontitusi terkait dengan pengaturan masyarakat dan sumber-sumber kekayaan publik. Undang-undang 1945, pasal 33, telah memberikan pondasi yang amat kuat sebagai rujukan yang dikontekstualisasi dengan era kekinian.

Desa Memberi Makan Dunia

Sebagaimana telah diulas beberapa kali dalam artikel sebelumnya, bahwa masyarakat Kabupaten Banggai-Dari ujung Balingara sampai Rata. saat ini sedang berada dalam masa transisi. Gempuran ideologi neoliberalisme dan pasar terkoneksi secara global baik jasa maupun sektor ril, menempatkan Banggai dengan segudang kekayaan alamnya menjadi primadona. Banyak kekuatan, mulai dari skala lokal, nasional, hingga global memberikan perhatian yang serius. Hadirnya beberapa investasi skala global menjadi fakta yang tidak dapat disangkal. Sementara, sejauh ini, belum ada suatu proses reformasi berkenaan dengan perlindungan hak atas tanah, hak atas lingkungan dalam kerangka poros politik.

Apa yang menjadi kebutuhan masyarakat Kabupaten Banggai saat ini, jika melirik lebih dalam geo-politik regional dan tantangan yang dihadapi ke depan. Tentu saja, kesadaran yang harus dipupuk bukan berkenaan seberapa besar kepentingan pragmatis bekerja, atau apa yang bisa didapatkan dari pilkada, tetapi soal konsepsi bagaimana memberikan perlindungan bagi hak-hak masyarakat sipil Kabupaten Banggai dalam kerangka negara kesejahteraan. Dimana lembaga eksekutif, sebagai pemegang kuasa pengguna anggaran, akses publik, akses bisnis, dapat dikontrol seluruh lapisan masyarakat sipil; dalam konteks hak-hak publik.

Oleh karena itu, momentum tanggal 9 Desember 2015, sudah sepantasnya direspon sebagai jalan amat penting menyusun kerangka konsolidasi politik yang dapat memberikan perlindungan bagi masyarakat Sipil. Sofhian Mile dan Sukri Djalumang, menjadi icon terkini yang berani membicarakan soal paradigmatik semacam ini dalam kontestasi politik lokal Kabupaten Banggai. Kandidat nomor urut satu ini berani menawarkan resolusi pemantapan pembangunan Kabupaten Banggai; menyempitkan gini rasio/ketimpangan; memprakarsasi pemekaran wilayah; mendorong anggaran yang besar ke desa-desa. Saluran infrastruktur publik serta aparaturnya yang dulu terkosentrasi di perkotaan di geser ke desa-desa, dibentuk relawan posyandu, pengaktifan posyandu 24 jam, layanan puskemas yang meningkat, dan pembentukan posko-posko layanan satu atap.


Selain itu, keberanian melakukan jeda investasi baru dalam lapangan agraria sangat relevan dengan kebijakan nasional yang lebih mengutamakan produksi pangan. Kerangka kedaulatan pangan menjadi tema penting, terutama berkenaan dengan bagaimana menempatkan lahan-lahan pertanian sebagai basis bertumbuh. Resiko dari pengambilan keputusan semacam itu, mengandung dilema, konglomerat, atau pengusaha perkotaan pada umumnya akan sangat tersinggung. Ruang gerak mereka untuk menumpuk kekayaan dibatasi oleh lebih luasnya kepentingan publik ketimbang akselerasi modal individu. 

Tetapi kita harus tetapi memilih SATU- “Sayang Kakak atau sayang bapak”-Kepentingan Rakyat Atau Kapitalis? Dengan demikian, harapan Sofhian Mile, semua prasyarat-prasyarat itu dapat menjadikan desa, bukan lagi sebagai basis produksi kemiskinan yang diberikan makan dunia tetapi tempat produksi pangan yang Memberi Makan Dunia. Setiap rumah tangga usaha tani adalah subjek bertumbuh, subjek kehidupan dan objek perluasan kesempatan yang seadil-adilnya.(tim)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar