Pada
tahun 2011, Kabupaten Banggai belum memiliki Dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Panjang atau yang sering disebut RPJPD. Padahal Undang-undang nomor 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tentang rencana
pembangunan nasional mengharuskan bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota memiliki
rencana jangka panjang masing-masing. RPJPD dibuat untuk jangka waktu 20 tahun
ke depan.
Dalam
pasal 5 ayat 1-3 disebut:
“... (1) RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan Daerah yang mengacu pada RPJP Nasional; (2) RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan Daerah, strategi pembangunan Daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif; 3) RKPD merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat...”.
Selama
periode 2006 hingga tahun 2011, pemerintahan membelanjakan keuangan daerah
tanpa perencanaan yang jelas. Atau tidak ada visi yang jelas untuk ditetapkan sebagai
indikator capaian pembangunan. Semuanya berjalan seperti menyirami garam di
atas lautan. Walaupun bentuk fisik pembangunan kelihatan ada tetapi ia sulit
diukur, apakah indikatornya kemajuan, kemandirian atau berjalan di tempat, terutama
berkenaan dengan azas manfaatnya terhadap masyarakat Kabupaten Banggai.
Dampak Pembangunan Tanpa Perencanaan
Apa
dampaknya? kegiatan pembangunan baik sarana prasarana maupun pembangunan
manusia dikerjakan berdasarkan naluri dan keinginan dari kekuasaan semata.
Semua kegiatan tidak didasari pada perencanaan dan platform pembangunan yang
jelas. Sehingga banyak bangunan fisik yang dikerjakan tidak sesuai dengan
kebutuhan daerah, atau kurang mempertimbangkan visibilitas serta aglomerasi,
baik dari sisi ekonomi, pelayanan publik maupun dari sisi kemanfaatan jangka
panjang.
Di Kabupaten
Banggai, pembangunan sebelum tahun 2011, dikerjakan tanpa adanya rencana jangka
panjang yang memandu perencanaan. Akibatnya banyak gedung-gedung yang dibangun
dengan nilai puluhan miliar rupiah cenderung mubazir. Salah satu contoh adalah
gedung Anggota DPRD Kabupaten Banggai yang dibangun di tengah hutan, jauh dari
akses masyarakat. Setiap penduduk atau warga yang berurusan dengan pelayanan
anggota DPRD, harus mengeluarkan biaya yang ekstra dan tenaga yang cukup untuk
menjangkau.
Demikian
pula dengan pembangunan jalan lingkar yang tidak menghitung kemanfaatan, akses
publik dan syarat-syarat regulasi. Begitu pun dengan kantor camat yang dibangun
di dalam hutan, sekolah dan masih banyak lagi contoh-contoh pembangunan yang
mubazir. Demikian pula dengan arena bisnis, pembangunannya jauh dari blue
printi sehingga kontraktual pemberian konsesi cenderung menguntungkan pihak
swasta dan merugikan daerah sebagai pemilik portofolio.
Salah
satu contoh, rencana pembangunan sentra bisnis eks shopping Sentral Luwuk yang dibangun di atas kerjasama bisnis
pemberian konsesi tetapi berujung pada penguasaan kapital tetap oleh segelintir
pengusaha. Akibatnya, kapital konstan yang terdiri dari tanah dan hak previlege
diambil alih dengan membebankan hutang pada pemerintah daerah. Belum lagi, road map pembangunan yang diklaim
sebagai MAL atau tempat belanja raksasa oleh sebagian warga Luwuk, ternyata
hanya terdiri dari jejeran rumah toko yang terpusat.
Sofhian Mile Membangun Dengan Rencana
Jangka Panjang
Ketika
dilantik pada tanggal 8 Juni tahun 2011, Bupati Banggai HM.Sofhian Mile
mendapati keadaan daerah yang amat carut marut seperti itu. Segala pembangunan
yang telah menghabiskan dana miliaran rupiah dibangun tanpa rencana jangka
panjang sebagai acuan. Atas dasar itulah, tugas pertama yang harus diselesaikan
pada saat itu adalah agar Kabupaten Banggai memiliki Rencana Pembangunan Jangka
Panjang.
Apa
yang terjadi, seluruh rencana strategis daerah disesuaikan dengan tuntutan
objektif Kabupaten Banggai. Sebagaimana Visi-Misi mendorong pembangunan Ekonomi
Produktif Berbasis Kerakyatan dengan Motto: Membangun Dari Desa. Sofhian Mile
bergerak ekstra menyusun kerangka strategis pembangunan dengan terlebih dahulu
menyiapkan syarat-syarat, termasuk dengan mengupayakan peningkatan APBD
Kabupaten Banggai.
Pada
bulan Juni 2013, lahirlah Dokumen Rencanan Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Kabupaten Banggai tahun 2005-2025. RPJPD ini berisi arah kebijakan
pembangunan dan sasaran pokok yang bertahap dari, lima tahun pertama;
Mewujudkan Banggai Yang Kompetitif; lima tahun kedua, Mewujudkan Kabupaten
Banggai Yang Maju; lima tahun ketiga, Mewujudkan Banggai Yang Mandiri; dan lima
tahun keempat, Mewujudkan Banggai Yang Sejahtera. Di dalam dokumen itu,
dijelaskan pula isu-isu pokok dan mendasar yang dihadapi Kabupaten Banggai.
Ketika
dilantik, pada tahun tanggal 8 Juni tahun 2011, bung Kumis, panggilan akrab
terhadap Sofhian Mile uang kas daerah kurang dari 200 miliar, dari sekitar
700-an miliar total APBD. Dalam hati, ia bertanya, “apa yang bisa dikerjakan
dengan anggaran segitu”? Tetapi dalam diam dan tenang ia bekerja menerobos
kabut gelap birokrasi Kabupaten Banggai. Memompa peningkatan manajerial
keuangan, melakukan lobi pada tingkat provinsi, hingga ke tingkat nasional.
Segala sektor digenjot sedemikian rupa. Hasilnya membaik, pada tahun 2012, APBD
Banggai sentuh angka 900-an miliar, tahun 2013, naik mencapai 1 triliun, dan
tahun 2015, menembus angka 1,3 triliun. Tentu saja capaian itu diperoleh
melalui lobi-lobi cerdas tingkat tinggi, bukan obrolan di warung kopi. Sungguh
usaha yang luar biasa!
Dengan
modal pembangunan yang lumayan itu, mulailah Sofhian Mile melancarkan akselerasi
pembangunan. Pertama sekali yang diperbaiki adalah pembangunan manusia,
kesehatan dan pendidikan gratis menjadi target yang disasar. Pada tahun 2014,
akselerasi penyesuaian manfaat kedatangan investasi besar dengan kebutuhan
Pembangunan Kabupaten dia mix lewat kerangka kerja Public Partnersif Partisipation. Investasi dipaksa untuk
bertanggung jawab memperbaiki sejumlah infrastruktur yang rusak, termasuk jalur
Toili-Luwuk.
Karena
usaha itu dikerjakan dalam diam, masyarakat menganggap tidak ada sesuatu yang
dilakukan. Hampir 24 kali ia didemo oleh warga Toili ketika berkunjung ke
daerah itu. Tetapi ia tak pernah mau berjanji, “kadang-kadang juga kesal”
tetapi itulah Sofhian Mile, bukan orang suka riak”. Ia dengan hati yang bersih
mendatangi Gubernur, Menteri Perhubungan RI, agar daerahnya segera mendapatkan
suntikan anggaran infrastruktur. Hasilnya bisa dilihat, jalan Balingara-Bunga,
Kintom-Batui, dan jalan-jalan Kota kini telah membaik.
Pada
tahun 2015 ini, dipastikan jalan-jalan Kota Luwuk akan mulus, lorong-lorong
sebagian besar akan menjadi jalan yang nyaman. Tidak hanya itu, trotoar pun
kini telah dipasangi keramik, agar warga Kota dapat memanfaatkannya untuk jalan
pagi. Ingat, trotoar itu untuk pejalan kaki dan jalan aspal untuk kendaraan
bermotor. Belajarlah untuk membedakan itu, agar anda tidak tidur ketika menarik
motor di atas jalan mulus. Atau jangan tidur, dunia Banggai telah melewati
masa-masa sebagai daerah tertinggal. Dengan demikian, visi tahun pertama telah
dicapai, Banggai berstatus daerah maju, terhempaskan dari daerah tertinggal. Bersyukurlah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar